Candi Borobudur Dipasang Eskalator – Sebuah pemandangan yang tidak biasa terjadi di kawasan Candi Borobudur. Bukan karena ritual adat atau penemuan arkeologis baru, tapi karena sebuah escalator portable dipasang tepat di tangga candi legendaris ini. Video dan foto yang tersebar luas di media sosial memperlihatkan benda asing yang mencolok di tengah struktur kuno yang telah berdiri sejak abad ke-9. Netizen pun bereaksi keras.
Bayangkan saja: batu-batu andesit berusia lebih dari seribu tahun kini bersanding dengan teknologi modern beroda. Pemandangan yang tak lazim ini langsung viral. Warganet mempertanyakan, apa sebenarnya urgensi dari pemasangan eskalator di situs warisan dunia UNESCO itu? Jawabannya ternyata lebih mengejutkan dari yang di bayangkan.
Presiden Prancis Jadi Alasan Candi Borobudur Dipasang Eskalator
Berdasarkan pernyataan resmi dari pihak Balai Konservasi Borobudur dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, pemasangan eskalator tersebut adalah bagian dari persiapan penyambutan kunjungan Presiden Prancis, Emmanuel Macron. Dalam lawatannya ke Indonesia, Macron di jadwalkan untuk naik ke puncak Candi Borobudur sebuah pengalaman yang tidak di berikan sembarangan kepada pengunjung biasa, apalagi sejak di berlakukannya pembatasan akses demi konservasi.
Alih-alih menaiki ratusan anak tangga, Macron mendapatkan ‘jalur khusus’ dengan fasilitas mewah yang tentunya tidak di nikmati oleh turis biasa. Netizen bereaksi keras, menyebut langkah ini sebagai “pengkhianatan terhadap nilai sejarah” dan “bentuk penjajahan modern terhadap budaya bangsa”.
Baca Juga Berita Terbaik Lainnya Hanya Di leafysips.com
Alasan Klasik: Aksesibilitas atau Privilege Terselubung?
Pejabat terkait berdalih bahwa pemasangan eskalator ini bersifat sementara dan tidak menyentuh langsung struktur candi. Namun penjelasan ini tidak serta merta meredam kemarahan publik. Banyak yang mempertanyakan mengapa eskalator harus di pasang hanya untuk satu orang meskipun orang itu adalah seorang presiden.
“Kalau memang untuk aksesibilitas, kenapa turis dengan kebutuhan khusus tidak di beri fasilitas serupa?” tulis seorang netizen. Banyak yang melihat ini sebagai contoh nyata privilege dalam pelestarian budaya, di mana yang berkuasa mendapatkan kemudahan, sementara rakyat biasa di minta menjaga dan membatasi diri.
Warisan Leluhur atau Objek Selfie Pejabat?
Kemarahan publik bukan semata karena pemasangan eskalator, tetapi karena simbolisasi pengabaian terhadap nilai sakral dan historis Candi Borobudur. Banyak yang merasa bahwa situs ini semakin di jadikan objek tontonan, bukan lagi tempat perenungan spiritual dan kekayaan sejarah bangsa.
Candi Borobudur di bangun dengan penuh filosofi, menggambarkan perjalanan hidup manusia menuju pencerahan. Namun, dengan adanya teknologi modern yang ‘di sisipkan’ di antara relief dan stupa, banyak yang merasa makna tersebut mulai terkikis oleh kepentingan politik dan pencitraan.
“Apakah kita begitu haus pengakuan sampai-sampai merusak warisan leluhur hanya demi tamu negara?” tanya seorang budayawan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi nasional.
Media Sosial Membara, Netizen Teriak “Borobudur Bukan Mal”
Tagar seperti #BorobudurRusak dan #EskalatorBorobudur pun langsung trending. Dalam hitungan jam, publik memperlihatkan reaksi keras, dari meme sindiran hingga petisi online untuk menghentikan penggunaan alat berat semacam itu di situs budaya.
Beberapa pihak bahkan menyamakan kejadian ini dengan perusakan budaya oleh kekuatan kolonial, hanya saja kali ini di lakukan oleh bangsa sendiri demi menyambut tamu asing. “Borobudur bukan mal! Ini tempat suci, bukan tempat naik-turun seenaknya pakai eskalator!” tulis seorang pengguna Twitter dengan nada marah.
UNESCO Bungkam, Pemerintah Sibuk Klarifikasi
Menariknya, pihak UNESCO belum mengeluarkan pernyataan resmi soal ini. Padahal Candi Borobudur adalah salah satu situs warisan dunia yang masuk dalam daftar prioritas konservasi global. Ketika tekanan publik makin besar, barulah pemerintah tergopoh-gopoh memberikan klarifikasi bahwa pemasangan bersifat “sementara” dan “demi keselamatan tamu negara”.
Tapi publik sudah telanjur kecewa. Kata “sementara” tidak menghapus kenyataan bahwa ada alat berat modern yang di naikkan ke atas batu kuno, dan semua itu di lakukan dalam nama diplomasi.
Akankah Ini Jadi Preseden Berbahaya?
Jika hari ini demi Macron bisa pakai eskalator, siapa yang tahu esok akan ada lift atau drone ride? Apakah semua akan di toleransi demi nama besar? Dengan viralnya peristiwa ini, satu hal jadi jelas: masyarakat tidak diam, dan mereka menuntut pertanggungjawaban.